Severity: Warning
Message: file_get_contents(https://ipinfo.io/3.145.38.67/geo): failed to open stream: HTTP request failed! HTTP/1.0 429 Too Many Requests
Filename: controllers/Portal_prodi.php
Line Number: 55
Severity: Warning
Message: file(./assets/file/counter.txt): failed to open stream: No such file or directory
Filename: controllers/Portal_prodi.php
Line Number: 58
Severity: Warning
Message: fopen(./assets/file/counter.txt): failed to open stream: No such file or directory
Filename: controllers/Portal_prodi.php
Line Number: 60
Severity: Warning
Message: fputs() expects parameter 1 to be resource, bool given
Filename: controllers/Portal_prodi.php
Line Number: 61
Severity: Warning
Message: fclose() expects parameter 1 to be resource, bool given
Filename: controllers/Portal_prodi.php
Line Number: 62
30 November 2021
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki garis pantai terpanjang ke dua di dunia setelah Kanada. Indonesia juga memiliki wilayah laut yang menyimpan berbagai potensi untuk di kembangkan. Salah satunya adalah potensi perikanan tangkap. Dalam pemanfaatannya, perikanan tangkap memiliki tujuan untuk mendapatkan hasil yang sebesar- besarnya, tanpa merusak kelestarian lingkungan dan dengan biaya operasional yang sekecil mungkin. Pemanfaatan sumber daya perikanan yang umum di kenal yaitu pemanfaatan ikan cakalang. Ikan cakalang di Indonesia banyak di tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP-NRI) yaitu WPP-NRI 715,716, dan 717 yang mencangkup wilayah Laut Sulawesi, Laut Maluku, dan Samudra Pasifik bagian barat. Menurut Suman (2014) Wilayah ini merupakan lumbung ikan cakalang dengan tingkat produksi yang menjanjikan dengan status pemanfaatannya yang relatif masih di bawah potensi sumber daya yang tersedia.
Saat ini penangkapan ikan di wilayah Indonesia Timur banyak menggunakan alat tangkap seperti huhate, purse seine, handline dan pancing tonda. Penangkapan ikan cakalang di daerah Sorong dilakukan dengan menggunakan huhate (pole and line), hal ini karena huhate merupakan alat tangkap yang paling efektif untuk menangkap ikan cakalang.
Nelayan di wilayah Indonesia timur pada umumnya melakukan operasi penangkapan secara tradisional. Dalam menentukan daerah penangkapan masih berdasarkan pengalaman turun temurun atau melihat tanda-tanda alam sperti buih-buih di permukaan air, burung burung yang menukik ke air sehingga masih belum efektif. Hal ini menyebabkan ketidakpastian dalam menentukan daerah potensial untuk melakukan operasi penangkapan ikan. Nelayan harus menjelajah untuk mencari tanda-tanda alam tersebut menyebabkan biaya operasional tinggi akibat dari tingginya biaya bahan bakar kapal (Muchlisin et al. 2012 vide Demena et al. 2017)
Dalam penentuan daerah penangkapan sangat berkaitan dengan kondisi lingkungan perairan. Hal ini disebabkan karena setiap makluk hidup memiliki kondisi lingkungan optimal untuk melangsungkan hidupnya. Parameter oseanografi seperti suhu permukaan laut dan salinitas, mempengaruhi berbagai aktivitas ikan seperti pertumbuhan ikan, pemijahan, metabolisme, dan aktivitas lainnya. Hal ini berarti bahwa keberadaanan ikan dan penentuan daerah penangkapan ikan yang potensial dipengaruhi oleh parameter oseanografi perairan (Basuma. 2009 vide Demena et al 2017)
Ikan cakalang merupakan ikan pelagis besar yang memiliki habitat di permukaan laut. Menurut Mustasim (2015) suhu permukaan laut dan konsentrasi klorofil-a atau fitoplankton akan sangat berkaitan dengan produktivitas tangkapan khususnya ikan cakalang.
Menurut penelitian Mustasim et al. (2015) sebaran ikan cakalang pada musim peralihan Barat-Timur pada tahun 2011 berkisar pada suhu 29,00°-30,99°C. Sedangkan hasil tangkapan optimum pada suhu 29,50° - 30,49°C. Pada peralihan musim barat – timur tahun 2012 di perairan Laut Seram berada pada kisaran 28,50° - 30,99°C. Hasil tangkapan tertinggi pada kisaran suhu 30,00° - 30,49°C sedangkan hasil tangkapan terendah pada kisaran suhu 28,50° - 28,99°C. Pada Maret – Mei atau musim peralihan barat – timur 2015 sebaran hasil tangkapan berada 28,50° - 30,49°C sedangkan hasil tangkapan optimum Bulan Maret- Mei 2015 pada kisaran suhu 29,50° - 29,99°C.
Menurut Anggreni et al (2014) suhu permukaan laut untuk penangkapan ikan cakalang berada pada kisaran suhu 29,50° - 31,9°C, tangkapan cakalang tertinggi berada pada kisaran suhu permukaan laut 31,00° - 31,4°C. Penelitian yang dilakukan Jufri et al (2014) daerah potensi penangkapan ikan cakalang mempunyai keterkaitan yang erat dengan parameter lingkungan khususnya suhu permukaan laut optimum pada 29,90° - 31,0°C.
Ikan cakalang hidup pada perairan dengan kadar salinitas 33 - 35‰ (Gunarso 1985 vide Nababan 2008), Blackburn 1965 dalam Nababan (2008) menjelaskan bahwa salinitas perairan yang biasa dihuni oleh beberapa jenis ikan tuna berbeda-beda, yaitu 18 - 38‰ untuk madidihang dan tuna sirip biru, 33 - 35‰ untuk albacore dan 32 - 35‰ untuk cakalang.
Menurut Nontji vide Nababan (2008) menyatakan bahwa salinitas merupakan salah satu parameter yang berperan penting dalam sistem ekologi laut. Salinitas dapat dipergunakan untuk menentukan karakteristik oseanografi, selanjutnya dapat digunakan untuk memperkirakan daerah penyebaran populasi ikan cakalang.
Analisis statistik digunakan untuk mengetahui hubungan suhu permukaan laut dan salinitas terhadap hasil tangkapan. Variabel yang di analisis antara lain Suhu Permukaan Laut (SPL) (X1) dan Salintias (X2) merupakan variable bebas sedangkan hasil tangkapan ikan Cakalang (Y) dijadikan variable terikat. Hubungan suhu dan salinitas terhadapa hasil tangkapan ikan Cakalang dianalisis dengan menggunakan regresi linear berganda dengan menggunakan software SPSS 23. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh data penelitian untuk mendapatkan model regresi yang terbaik adalah: uji normalitas data, uji multikolineritas, analisis koefisien regresi (Uji T) dan analisis varians (Uji F).
Uji normalitas data dilakukan untuk melihat apakah data berasal dari populasi yang sama dan apakah data tersebut memiliki varian-varian yang sama hasil uji normalitas yang penulis lakukan menunjukan bahwa data berdistribusi normal dengan dasar pengambilan keputusan jika nilai Sig > 0,05 maka data berdistribusi normal, namun jika nilai Sig < 0,05 maka data tidak terdistribusi normal. Beradasarkan hasil yang sudah dilakukan pengujian oleh penulis menggunakan software SPSS 23. Didapatkan hasil nilai Asymp. Sig 0,200 > 0,05 maka data penelitian yang dilakukan penulis berdistribusi normal.
Uji multikolineritas merupakan bagian dari uji asumsi klasik dalam analisi linear berganda. Tujuan digunakannya uji multikolineritas adalah untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas atau variabel independent. Model regresi yang baik harusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas atau tidak terjadi gejala multikolineritas.
Pedoman dalam pengambilan keputusan pada uji multikolineritas adalah dengan melihat nilai Tolerance dan VIF. Berdasarkan nilai Tolerance bila nilai Tolerance > 0,10 maka tidak terjadi multikolineritas, sedangkan apabila nilai tolerance < 0,10 maka terjadi multikolineritas. Berdasarkan nilai VIF jika nilai VIF <10,00 artinya tidak terjadi multikolineritas, sedangkan bila nilai VIF > 10,00 artinya terjadi multikolineritas dalam regresi.
Berdasarkan hasil dari pengujian dengan software SPSS 23 di dapatkan nilai Tolerance 0,975 > 0,10 dan nilai VIF 1,025 < 10,00 sehingga dapat di simpulkan tidak terjadi multikolineritas pada regresi yang dilakukan.
Uji t merupakan salah satu uji hipotesis penelitian dalam regresi linear sederhana maupun analisis regresi linear berganda. Uji t bertujuan untuk mengetahui apakah variabel bebas atau variabel independen (X) secara parsial berpengaruh terhadap variabel terikat atau variabel dependen (Y).
Terdapat dua acuan yang digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan, pertama dengan melihat nilai signifikansi (Sig), dan kedua membandingkan nilai t hitung dengan t tabel. Berdasarkan nilai signifikansi (Sig.) Jika nilai (sig) < 0,05 maka ada pengaruh variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y), hipotesis diterima. Namun jika nilai (sig) > 0,05 maka tidak ada pengaruh variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y), hipotesis diterima.
Berdasarkan perbandingan nilai t hitung dengan t tabel. Jika nilai t hitung > t tabel maka ada pengaruh variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y) atau hipotesis diterima. Jika nilai t hitung < t tabel maka tidak ada pengaruh variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y) atau hipotesis ditolak. Pada penelitian ini ada dua hipotesis yaitu, H1 ada pengaruh suhu permukaan laut terhadap hasil tangkapan dan H2 ada pengaruh salinitas terhadap hasil tangkapan.
Berdasarkan analisis data yang dilakukan menggunakan software SPSS 23 diperoleh nilai (sig) untuk suhu permukaan laut adalah 0,01 dimana 0,01<0,05 jadi terima H1, ada pengaruh suhu permukaan laut terhadap hasil tangkapan ikan. Untuk analisis data salinitas diperoleh nilai (sig) 0,411 dimana 0,411>0,05 jadi tolak H2, tidak ada pengaruh salinitas terhadap hasil tangkapan cakalang.
Berdasarkan perbandingan nilai t hitung dengan t tabel hasil yang di dapatkan untuk suhu permukaan laut (X1) adalah 3,631 dengan nilai t tabel 2,005, maka 3,631>2,005 terima H1, ada pengaruh suhu permukaan laut terhadap hasil tangkapan. Untuk nilai t hitung salinitas (X2) adalah 0.828 dengan nilai t tabel 2,005, maka 0,828<2,005 tolak H2, tidak ada pengaruh salinitas terhadap hasil tangkapan.
Sesuai dengan hasil analisis regresi dengan software SPSS 23 maka H1 diterima, bahwa suhu permukaan laut berpengaruh terhadap hasil tangkapan ikan cakalang. Adapun besaran pengaruhnya dapat dilihat pada R2 yaitu 0,1513 atau 15,1%. Pengaruh 15% merupakan pengaruh sangat lemah. Untuk persamaan garisnya yaitu Y = -0.6271X + 20.297 yang berarti setiap penambahan satu satuan suhu akan mengurangi jumlah hasil tangkapan sebanyak 0,6 Ton dengan catatan faktor lainnya tidak berubah.